Mimpi, atau Mimpi?

Jujur, belakangan ini, aku sering bermimpi soal nenekku. Bukannya gak ada alasan. Kondisi nenekku yang mulai menurun akibat kanker nasofaring yang ia derita membuatku cemas dan khawatir soal kondisi beliau. Bahkan beberapa minggu yang lalu, nenekku sempat kritis, gak bisa bernafas. Untung saja setelah didoakan oleh ayahku dan diterimakan Sakramen Perminyakan oleh seorang romo yang kebetulan “nganggur”, kondisi nenekku membaik.  Beruntung banget loh! Jelas, nenekku kritis di hari Minggu, sementara hari Minggu itu hari sibuknya para romo dengan pelayanan misanya, baik di parokinya sendiri maupun di daerah-daerah lain.

Nah, satu hal yang selalu aku mimpiin soal nenekku adalah kondisinya yang sangat berkebalikan dengan kenyataan. Sehat 100%! Aku masih ingat mimpi pertamaku, yaitu mengetahui bahwa nenekku sembuh secara mukjizat. Nenekku nampak tersenyum bahagia, begitu juga kami sebagai keluarga, juga senang dengan kesembuhan nenek. Sayangnya, ketika aku bertanya pada nenekku, “Eyang, eyang dapat mukjizat dari mana? Yang mendoakan siapa?”, aku langsung terbangun. Hufft 😦

Nah di bawah ini adalah salah satu mimpiku, yang pada waktu itu segera aku tulis dan post kan di FB setelah aku tersadar dari mimpiku. Maklum, mimpi itu gampang banget hilangnya, terutama kalau sehabis bangun tidur dan memikirkan hal lain. Ini adalah tulisan yang hari ini aku edit, biar tata bahasanya bagus.

—————————————————————————————————————————–

Nenekku pindah rumah ke sebuah kawasan di depan jembatan kereta api nya Kota Baru, Malang. Di sana itu kompleksnya rumah kuno/rumah zaman Belanda, di mana rata-rata bentuk dan desain rumahnya sama.
Di depan rumah nenekku terdapat lahan kosong dengan 1 pohon atau palang di tengahnya, tidak berpaving maupun berumput. Hanya hamparan tanah yang cukup “jemek”, musim hujan soalnya. Bagian depannya berupa teras yang cukup luas, beratap kayu, kayak yang ada di cafe-cafe kuno. Sementara di bagian kanan rumah, kalau gak salah seperti semacam garasi atau penghubung ke bagian ruang belakang.
Nah di bagian ruang belakang itu cukup unik kalau boleh aku bilang. Berlantai dua, dengan bagian atas nya itu bener-bener mirip kayak balkonnya paduan suara gereja. Anehnya, pola tangganya itu putus di tengah jalan, sehingga menyulitkanku buat naik ke atas. Selain itu ada 1 palang yang berada di antara ruang tengah(ruang keluarga) dan ruang belakang, yang membuatku harus merunduk saat melewatinya karena tingginya yang hampir menyamai tinggiku. Oh ya, ruang belakang itu boleh dibilang cukup luas, hanya saja aku gak tau kegunaannya apa.
Rumah ini dicat warna putih krem dengan dekorasi dan kamar-kamar yang ada itu sangat mirip dengan rumah nenekku waktu di Bareng Kulon. Di teras, teman-teman nenekku lagi makan sambil bicara satu sama lain, mungkin ada jamuan, aku gak tahu. Kakak sepupuku, yang memang tinggal dengan nenekku, sedang bersiap-siap pergi dengan baju warna putih dengan helm berwarna hitam di kepala, mungkin mau ke kampus. Sementara 2 kakak sepupuku lainnya membantu nenekku memasak di dapur.
Nenekku nampak sehat dan bahagia, samasekali gak nampak tanda-tanda bahwa beliau sedang sakit, meskipun ada 1 benjolan kecil di pipinya, seperti tahi lalat yang berwarna putih samar-samar. Masih tetap dengan sifatnya yang perfeksionis, lagi bicara dengan ibuku di ruang tengah. Aku gak tahu mereka bicara soal apa, mungkin tentang uang dan biaya hidup. Yang jelas pada akhirnya, aku ditawari makan oleh nenekku. Aku menolak karena ingin cepat pulang, tapi baik Ibuku, nenekku, dan semua yang ada di sekitarku, mendengar aku menjawab “Iya”.
Sampai saat itulah, aku sadar bahwa aku berada di tempat tidur.

—————————————————————————————————————————–

Kadang, mimpi itu ada karena ada tanda yang mau dia berikan pada kita. Apa itu, tidak ada seorang pun yang tahu. Yang penting, kalau memang benar semua mimpiku ini adalah bersoal tanda, maka yang aku harapkan adalah kesembuhan nenekku. Semoga. Amin 🙂

R.M.T.B.D.J

Sumber: http://telling-secrets.blogspot.com/2012/01/dream-little-dream-with-me.html